Herpes
Simpleks
A.
Definisi
Herpes Simpleks
Herpes simpleks adalah infeksi akut
yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang
ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).
B.
Epidemiologi
Herpes Simpleks
Penyakit herpes simpleks tersebar
kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak
berbeda. Infeksi primer oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I biasa pada usia
anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasa terjadi pada dekade II atau III
dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual (Handoko, 2010). Infeksi
genital yang berulang 6 kali lebih sering daripada infeksi berulang pada
oral-labial; infeksi HSV tipe II pada daerah genital lebih sering kambuh
daripada infeksi HSV tipe I di daerah genital; dan infeksi HSV tipe I pada oral-labial lebih
sering kambuh daripada infeksi HSV tipe II di daerah oral.Walaupun begitu
infeksi dapat terjadi di mana saja pada kulit dan infeksi pada satu area tidak
menutup kemungkinan bahwa infeksi dapat menyebar ke bagian lain (Habif, 2004).
C.
Etiologi
Herpes Simpleks
Herpes simpleks virus (HSV) tipe I
dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe
I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic
marker dan lokasi klinis tempat predileksi (Handoko, 2010). HSV tipe I sering
dihubungkan dengan infeksi oral sedangkan HSV tipe II dihubungkan dengan
infeksi genital. Semakin seringnya infeksi HSV tipe I di daerah genital dan
infeksi HSV tipe II di daerah 7 oral kemungkinan disebabkan oleh kontak seksual dengan cara
oral-genital (Habif, 2004). Menurut Wolff (2007) infeksi HSV tipe I pada daerah
labialis 80-90%, urogenital 10-30%, herpetic whitlow pada usia< 20 tahun,
dan neonatal 30%. Sedangkan HSV tipe II di daerah labialis 10-20%, urogenital
70-90%, herpetic whitlow pada usia> 20 tahun, dan neonatal 70%.
D.
Patogenesis
Herpes Simpleks
Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit
atau mukosa dan bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia
sensoris dan terus bereplikasi. Dengan penyebaran sentrifugal oleh saraf-saraf
lainnya menginfeksi daerah yang lebih luas. Setelah infeksi primer HSV masuk
dalam masa laten di ganglia sensoris (Sterry, 2006). Infeksi rekuren:
pengaktifan kembali HSV oleh berbagai macam rangsangan (sinar UV, demam)
sehingga menyebabkan gejala klinis (Sterry, 2006).Menurut Habif (2004) infeksi
HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus menyerang ganglion saraf; dan tahap
kedua, dengan karakteristik kambuhnya penyakit di tempat yang sama. Pada
infeksi primer kebanyakan tanpa gejala dan hanya dapat dideteksi dengan
kenanikan titer antibody IgG. Seperti kebanyakan infeksi virus, keparahan
penyakit meningkat seiring bertambahnya usia. Virus dapat menyebar melalui
udara via droplets, kontak langsung dengan lesi, atau kontak dengan cairan yang
mengandung virus seperti ludah. Gejala yang timbul 3 sampai 7 hari atau lebih
setelah kontak yaitu: kulit yang lembek disertai nyeri, parestesia ringan, atau
rasa terbakar akan timbul sebelum terjadi lesi pada daerah yang terinfeksi.
Nyeri lokal, pusing, rasa gatal, dan demam adalah karakteristik gejala
prodormal. Vesikel pada infeksi primer HSV lebih banyak dan menyebar dibandingkan
infeksi yang rekuren. Setiap vesikel tersebut berukuran sama besar, berlawanan
dengan vesikel pada herpes zoster yang beragam ukurannya. Mukosa membran pada
daerah yang lesi mengeluarkan eksudat yang dapat mengakibatkan terjadinya
krusta. Lesi tersebut akan bertahan selama 2 sampai 4 minggu kecuali terjadi
infeksi sekunder dan akan sembuh tanpa jaringan parut (Habif, 2004). Virus akan
bereplikasi di tempat infeksi primer lalu viron akan ditransportasikan oleh
saraf via retrograde axonal flow ke ganglia dorsal dan masuk masa laten di
ganglion. Trauma kulit lokal (misalnya: paparan sinar ultraviolet, abrasi) atau
perubahan sistemik (misalnya: menstruasi, kelelahan, demam) akan mengaktifasi
kembali virus tersebut yang akan berjalan turun melalui saraf perifer ke tempat
yang telah terinfeksi sehingga terjadi infeksi rekuren. Gejala berupa rasa
gatal atau terbakar terjadi selama 2 sampai 24 jam dan dalam 12 jam lesi
tersebut berubah dari kulit yang eritem menjadi papula hingga berbentuk vesikel
berbentuk kubah yang kemudian akan ruptur menjadi erosi pada daerah mulut dan
vagina atau erosi yang ditutupi oleh krusta pada bibir dan kulit. Krusta
tersebut akan meluruh dalam waktu sekitar 8 hari lalu kulit tersebut akan
reepitelisasi dan berwarna merah muda (Habif, 2004). Infeksi HSV dapat menyebar
ke bagian kulit mana saja, misalnya: mengenai jari-jari tangan (herpetic
whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang melakukan kontak kulit
dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar dengan sekresi oral
merupakan orang yang paling sering terinfeksi (Habif, 2004). Bisa juga mengenai
para pegulat (herpes gladiatorum) maupun olahraga lain yang melakukan kontak
tubuh (misalnya rugby) yang dapat menyebar ke seluruh anggota tim (Sterry,
2006).
E.
Gejala
Klinis Herpes Simpleks
Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap:
infeksi primer, fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes
simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut dan hidung pada usia
anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus tipe II tempat predileksinya
daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital.Infeksi primer berlangsung
lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala
sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia.Kelainan klinis yang dijumpai
berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi
cairan jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami
ulserasi (Handoko, 2010). Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan
klinis, tetapi herpes simpleks virusdapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif
pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010). Pada tahap infeksi rekuren herpes
simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh
mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan seksual) lalu mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar
tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas,
gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat
lain di sekitarnya (Handoko, 2010).
F.
Pemeriksaan
Penunjang Herpes Simpleks
Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan
dapadibiakkan.Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV.Dengan
tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan
badan inklusi intranuklear (Handoko, 2010). Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam
waktu 30 menit atau kurang.Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan
lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek kemudian
biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau dipanaskan.Selanjutnya
beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright, Giemsa) selama beberapa detik, cuci
dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika positif
terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar
berwarna biru (Frankel, 2006). Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop
elektron, atau kultur (Sterry, 2006). Tes serologi menggunakan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV tipe II dapat membedakan siapa yang
telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar menularkan infeksi (McPhee,
2007).
G.
Diagnosa
Banding Herpes Simpleks
Herpes simpleks pada daerah sekitar mulut dan hidung harus
dibedakan dengan impetigo vesikobulosa.Pada daerah genital harus dibedakan
dengan ulkus durum, ulkus mole dan ulkus mikstum (Handoko, 2010).Pada Barankin (2006) diagnosa banding HSV tipe I yaitu
stomatitis aftosa, penyakit tangan-kaki-mulut, dan impetigo.Sedangkan diagnosa
banding HSV tipe II yaitu chancroid, sifilis, dan erupsi oleh obat-obatan.
H.
Penatalaksanaan
Herpes Simpleks
Pada lesi yang dini dapat digunakan
obat topikal berupa salap/krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil,
viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir (zovirax).Pengobatan oral
preparat asiklovir dengan dosis 5x200mg per hari selama 5 hari mempersingkat
kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa rekuren.Pemberian parenteral
asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan penyakit
yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam (Handoko, 2010).
Untuk terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Jika
pasien mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk
menggunakan asiklovir 400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama
satu tahun. Untuk obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada
wanita hamil diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan
asiklovir intra vena (Sterry, 2006).
I.
Komplikasi
Herpes Simpleks
Komplikasinya yaitu: pioderma, ekzema herpetikum,
herpeticwhithlow, herpes gladiatorum (pada pegulat yang menular melalui
kontak), esophagitis, infeksi neonatus, keratitis, dan ensefalitis (McPhee,
2007). Menurut Hunter (2003) komplikasi herpes simpleks adalah herpes
ensefalitis atau meningitis tanpa ada kelainan kulit dahulu, vesikel yang
menyebar luas ke seluruh tubuh, ekzema herpeticum, jaringan parut, dan eritema
multiforme.
J.
Prognosis
Herpes Simpleks
Pengobatan dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik,
yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekuren lebih jarang. Pada
orang dengan gangguan imunitas, infeksi dapat menyebar ke organ-organ dalam dan
dapat berakibat fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya
usia seperti pada orang dewasa (Handoko, 2010). Penderita HSV harus menghindari
kontak dengan orang lain saat tahap akut sampai lesi sembuh sempurna. Infeksi
di daerah genital pada wanita hamil dapat menyerang bayinya, dan wanita
tersebut harus memberi tahu pada dokter kandungannya jika mereka mempunyai
gejala atau tanda infeksi HSV pada daerah genitalnya (Shaw, 2006)